TAPANULI SELATAN –Banjir bandang dan longsor yang menelan hampir seribu korban jiwa di Sumatera kembali menuai sorotan publik. Temuan kayu gelondongan yang berserakan di sejumlah wilayah, terutama di Sumatera Utara, menguatkan dugaan terjadinya kerusakan lingkungan di kawasan hulu.
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) kembali mengambil tindakan dengan menyegel tiga subjek hukum yang diduga berkontribusi terhadap bencana tersebut. Penyegelan ini menambah daftar korporasi dan perorangan yang telah dikenai tindakan hukum atas dugaan perusakan lingkungan.
Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyampaikan bahwa hingga saat ini sebanyak tujuh subjek hukum telah disegel dalam rangka penegakan hukum di sektor kehutanan.
“Penyegelan ini akan terus kami lakukan terhadap para perusak hutan. Seperti yang telah saya sampaikan kepada rakyat di hadapan Komisi IV DPR RI, siapa pun yang terbukti melakukan perusakan hutan akan kami tindak tegas,” ujar Raja Juli Antoni di Jakarta, Senin (8/12/2025).
Ia menambahkan, masih terdapat lima subjek hukum lain yang telah teridentifikasi dan tengah didalami. Apabila terbukti melakukan pelanggaran, Kemenhut akan langsung melakukan penyegelan.
“Dengan penyegelan kali ini, total sudah ada tujuh subjek hukum yang kami segel. Masih ada lima lainnya yang sedang kami dalami. Jika terbukti, tidak ada kompromi,” tegasnya.
Tiga Subjek Hukum Terbaru
Tiga subjek hukum yang baru saja disegel berada di Kabupaten Tapanuli Selatan, yakni:
1. Dua areal konsesi PT Agincourt Resources (AR) di Ramba Joring, Desa Aek Pining, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan
2. PHAT Jon Anson di Kecamatan Arse.
3. PHAT Mahmudin di Desa Sombadebata Purba, Kecamatan Saipar Dolok Hole.
Sebelumnya, Kemenhut telah lebih dulu menyegel empat subjek hukum lainnya, yaitu:
1. Areal konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Kecamatan Angkola Timur, Kabupaten Tapanuli Selatan.
2. PHAT Jhon Ary Manalu di Desa Pardomuan, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara.
3. PHAT Asmadi Ritonga di Desa Dolok Sahut, Kecamatan Simangumban, Kabupaten Tapanuli Utara.
4. PHAT David Pangabean di Desa Simanosor Tonga, Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Penyegelan dilakukan atas dugaan adanya aktivitas yang berpotensi merusak lingkungan dan mengganggu fungsi kawasan hutan, khususnya di wilayah yang berkaitan dengan bencana banjir bandang.
Fokus di DAS Batang Toru
Melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum), Kemenhut kini memfokuskan pendalaman kasus di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru, Sumatera Utara.
Sejumlah langkah teknis telah dilakukan, di antaranya:
1. Pengumpulan sampel kayu dari lokasi penyegelan.
2. Verifikasi kondisi hutan di lapangan.
3. Pemeriksaan terhadap pemegang hak atas tanah dan pihak perusahaan terkait.
“Kami tidak berkompromi. Baik korporasi maupun pemegang hak atas tanah yang terbukti merusak hutan akan kami tindak tegas tanpa pandang bulu,” ujar Raja Juli Antoni.
Profil PT Agincourt Resources
PT Agincourt Resources merupakan perusahaan tambang emas dan perak yang mengelola Proyek Tambang Martabe di Sumatera Utara. Sejak 6 Desember 2025, operasional perusahaan ini dihentikan sementara oleh Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) guna kepentingan audit dan penyelidikan lingkungan.
Pemberhentian operasional tersebut menyusul bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan dan sekitarnya, yang memunculkan dugaan adanya keterkaitan dengan aktivitas pertambangan.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, meminta agar seluruh perusahaan di hulu DAS Batang Toru menghentikan sementara kegiatan operasionalnya.
“Mulai 6 Desember 2025, seluruh perusahaan di wilayah hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan kegiatan dan menjalani audit lingkungan. Kawasan Batang Toru dan Garoga merupakan wilayah strategis dengan fungsi ekologis dan sosial yang tidak boleh dikompromikan,” tegasnya.
Sejarah Singkat Perusahaan
PT Agincourt Resources didirikan pada 14 April 1997, awalnya bernama PT Danau Toba Mining yang dibentuk oleh Normandy Mining (Australia). Perusahaan berganti nama menjadi PT Horas Nauli pada 2001, kemudian PT Newmont Horas Nauli pada 2003, dan resmi menjadi PT Agincourt Resources pada 2006.
Perusahaan mulai memproduksi emas dan perak pada 24 Juli 2012. Saat ini, mayoritas saham PT Agincourt Resources dimiliki oleh PT Danusa Tambang Nusantara, anak usaha PT United Tractors Tbk (Astra Group).
Perusahaan mengklaim telah menerapkan prinsip keberlanjutan dan merekrut sekitar 40 persen tenaga kerja dari masyarakat lokal.
Klarifikasi PT Agincourt Resources
Menanggapi tudingan keterkaitan aktivitas tambang dengan banjir bandang di Tapanuli Selatan, PT Agincourt Resources membantah tuduhan tersebut.
“Mengaitkan langsung operasional Tambang Emas Martabe dengan banjir bandang di Desa Garoga merupakan kesimpulan yang prematur dan tidak tepat,” ujar Senior Manager Corporate Communication PTAR, Katarina Siburian.
Menurut pihak perusahaan, lokasi banjir berada di Sub DAS Garoga, sementara operasional PT Agincourt berada di Sub DAS Aek Pahu yang secara hidrologi terpisah. Meski kedua aliran sungai tersebut bertemu, titik pertemuannya berada jauh di hilir Desa Garoga.
Hasil pengamatan udara di kawasan hulu Sungai Garoga menunjukkan adanya longsor besar di sepanjang tebing sungai, termasuk di kawasan hutan lindung. Longsoran tersebut diduga menjadi sumber utama material lumpur dan kayu yang terbawa arus.
Meski begitu, temuan tersebut masih bersifat indikatif dan memerlukan kajian ilmiah lebih lanjut guna memastikan penyebab utama bencana.
Banjir Bandang dan Perusahaan di Batang Toru: Saatnya Negara Lebih Tegas pada Kerusakan Lingkungan
Penyegelan tiga perusahaan di Tapanuli Selatan oleh Kementerian Kehutanan menyusul bencana banjir bandang seharusnya menjadi peringatan keras bagi semua pihak bahwa kerusakan lingkungan bukan lagi ancaman masa depan, melainkan kenyataan pahit karena ini bukan sekadar soal pelanggaran administrasi atau kelalaian teknis, tetapi menyangkut keselamatan nyawa, keberlanjutan ekosistem, dan hak masyarakat untuk hidup di lingkungan yang aman.
Saat awak media meminta tanggapan dari Bapak Jhon Purba dan BapakTony Hutagalung terkait selama bertahun-tahun, kawasan Batang Toru sudah berada dalam tekanan besar akibat aktivitas tambang, pembukaan lahan, dan berbagai proyek skala besar lainnya.
Bapak Jhon Purba menanggapi akan sayangnya, masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah tersebut kerap menjadi pihak yang menanggung dampak paling besar sementara manfaat ekonominya lebih banyak mengalir ke segelintir pihak. Sehingga air sungai menguning, hutan tergerus, satwa kehilangan habitat, dan bahaya banjir serta longsor menjadi ancaman nyata.
Dari pengamatan Pimpinan Umum Mediandonews.id bapak Jonando Purba, S.T atau sering disapa Jhon Purba ini mengatatakan, kalau penyegelan memang patut diapresiasi, tetapi jangan sampai berhenti sebagai aksi simbolik sebab masyarakat tidak hanya membutuhkan “segel”, melainkan penegakan hukum yang nyata dan konsisten karena audit lingkungan harus dilakukan secara menyeluruh, transparan, dan melibatkan pihak independen agar hasilnya bisa dipercaya publik
“Jika terbukti ada pelanggaran berat, maka izin harus dicabut, dan perusahaan wajib bertanggungjawab penuh untuk memulihkan kerusakan lingkungan serta mengganti kerugian sosial masyarakat,” kata Jhon Purba.
Ditambahkan bapak Tony Hutagalung dari Wartawan Orbit Digital mengatakan kalau Kita semua sebagai masyarakat, pemerintah, dan korporasi punya bagian tanggung jawab dan apalagi kita sebagai masyarakat sering menggunakan produk hasil eksploitasi alam tapi itu bukan alasan untuk diam. Sebaliknya, harus jadi panggilan bagi kita untuk menuntut keadilan dan keberlanjutan.
“Seperti pesan para leluhur, masyarakat tidak boleh lemah ketika berhadapan dengan “para monster” perusak lingkungan baik yang berwujud korporasi rakus maupun kebijakan yang abai,” Ujar Tony.
Lanjut Tony Menyampaikan bahwa sekarang bukan waktunya lagi mengejar emas, nikel, atau keuntungan ekonomi jangka pendek tapi yang masyarakat perlukan adalah air yang bersih, hutan yang lestari, dan jaminan bahwa anak-cucu kita masih bisa hidup tanpa takut bencana buatan manusia.
“Kalau negara benar-benar berpihak pada rakyat, maka penyelamatan Batang Toru harus jadi prioritas bukan besok, dan bukan nanti tapi sekarang,” Pungkasnya.(Red/Tim)
