Medan,mediasurya.id – Kisah pilu akhir tahun 2025 kembali menyelimuti Indonesia. Di penghujung tahun, bencana datang bertubi-tubi dan meninggalkan luka yang dalam. Longsor dan banjir hadir tanpa aba-aba, menelan korban dan merenggut rasa aman banyak keluarga.

Kisah pilu akhir tahun 2025 bukan sekadar kehilangan harta benda. Nyawa orang-orang tercinta ikut terkubur dan terseret derasnya bencana. Sebagian korban bahkan masih terjebak dalam keganasan alam yang belum sepenuhnya mereda.

Di tengah duka, muncul kebingungan. Penyebab bencana diperdebatkan dan simpang siur. Ada yang menyalahkan alam, ada pula yang menuding ulah manusia. Namun secara kasat mata, alam seolah tidak lagi bersahabat. Seperti pesan dalam lagu lama, alam tampak murka atas perbuatan manusia yang mengabaikan keseimbangan demi kepentingan pribadi atau kelompok.

Kisah pilu akhir tahun 2025 mengingatkan bahwa manusia memiliki batas. Pada akhirnya, manusia akan kembali ke tanah tanpa membawa apa pun. Yang tersisa hanyalah amal perbuatan, baik atau buruk, selama hidup di dunia.

Bagi keluarga terdampak, duka ini terasa sangat nyata. Rencana sederhana untuk menikmati Natal atau Tahun Baru bersama keluarga pupus seketika. Kebahagiaan berubah menjadi keheningan, digantikan kehilangan yang tak terukur.

Maha Rajagukguk mengajak seluruh elemen bangsa untuk merenung. Ajakan ini bukan sekadar seruan, melainkan panggilan nurani. Menjaga lingkungan adalah tanggung jawab bersama, dari masyarakat hingga pemerintah.

Pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang besar. Kelestarian hutan dan lingkungan harus dijaga secara lebih efektif. Upaya pencegahan menjadi kunci agar tragedi serupa tidak terus berulang.

Harapan itu masih ada. Kisah pilu akhir tahun 2025 semestinya menjadi pelajaran berharga. Semoga tahun 2026 dan seterusnya membawa perubahan nyata, agar Indonesia tidak lagi diwarnai duka yang sama, dan masa depan yang lebih baik dapat terwujud.

Raimon Nainggolan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *